Kurban dan Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim
Bagikan ini :

Idul Adha adalah istilah yang terdiri dari dua kata, yaitu Id dan Adha. Id secara bahasa artinya kembali dan Adha artinya pengorbanan. Artinya pada hari ini, kita harus kembali pada semangat perjuangan dan pengorbanan demi tegaknya agama Allah di muka bumi ini, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. Dengan ketegaran dan kesabaran hati, beliau menerima dan menjalankan perintah Allah untuk menyembelih putra tercinta, Ismail yang kelahirannya merupakan penantian panjang. Pengorbanan besar ini diabadikan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an pada surat al-Shaffat, ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. 

Artinya: “Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” Pengorbanan yang dilakukan dalam ibadah kurban tidak sekedar diterima oleh Allah sebagai sebuah ketakwaan yang mendatangkan pahala dan ridha Allah, tetapi juga diterima oleh orang yang tidak mampu sebagai sebuah kegembiraan yang bisa dirasakan satu kali dalam setahun, yaitu pada hari raya Idul Adha. Hal ini tergambar dalam firman Allah pada surat Al-Hajj, ayat 37:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” Imam al-Sya’rawi menjelaskan ayat ini bahwa Allah tidak mengambil daging hewan yang dikurbankan, tetapi orang-orang yang membutuhkan yang akan mengambil dan menerima manfaat tersebut. Syari’at berkurban adalah bentuk respons agama terhadap ketimpangan sosial untuk menciptakan keseimbangan di tengah masyarakat. Cinta, dan Kepedulian pada Sesama Manusia yang hidup dalam kelompok masyarakat bukan seperti robot yang dapat disetting dalam menjalani kehidupannya, sehingga agama memiliki peran untuk mendorong orang kaya memiliki kepedulian kepada orang miskin. Hal ini akan berdampak pada hubungan baik antara mereka. Tidak ada lagi rasa iri dan dengki yang dimiliki orang miskin kepada orang kaya, bahkan orang miskin akan mendoakan kebaikan dan keberkahan untuk orang kaya. Sidang Idul Adha yang Berbahagia Dari sudut pandang yang berbeda, kita melihat bahwa perbuatan baik akan berdampak baik juga kepada pelakunya. Dampak baik ini bisa dilihat dari dua sudut pandang. Pertama dampak baik dalam bentuk kebahagiaan dan keselamatan di dunia. Orang yang berbuat baik kepada orang lain, maka akan mendapatkan penghormatan dari orang lain. Jika ia mengalami musibah, maka orang lain akan berempati kepadanya. Jika musibah itu datang menimpa hartanya, maka orang lain akan merasa sedih dan turut berduka. Imam al-Sya’rawi mengatakan: “Kamu bisa melihat sendiri bahwa orang yang berbagi kenikmatan yang dimiliki, jika tertimpa musibah dari segi materi, maka orang lain akan merasa sedih dan merasa kehilangan.” Selain itu, orang lain juga akan mendoakan kebaikan kepadanya. Apabila orang lain mendoakan kebaikan untuknya, maka hendaknya ia mendoakan kembali dengan doa yang lebih baik agar pahala kebaikannya di akhirat tidak berkurang. Kedua, kebaikan seseorang di dunia akan mendatangkan kebaikan, pahala, dan surga di akhirat. Dalam Kitab Hadaiq al-Auliya’, karya imam Ibn al-Mulaqqin, imam ‘Ali ibn Husain ibn ‘ali ibn Abi Thalib berkata ketika ada orang yang datang untuk meminta sesuatu kepadanya maka ia menyambutnya dan berkata: “Selamat datang kepada orang yang datang membawa bekalku di akhirat nanti”. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Allah swt dalam surat Al-Baqarah, ayat 272:

وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

  Artinya: “Dan apa pun harta yang kalian infakkan di jalan Allah, maka pahalanya itu untuk diri kalian sendiri. Dan janganlah kalian berinfak melainkan karena mencari ridha Allah. Dan apa pun harta yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahala secara penuh dan kalian sedikit pun tidak akan dirugikan.” Sidang Idul Adha yang berbahagia Di sisi lain, Nabi Muhammad saw menggunakan ungkapan yang bernada ancaman kepada orang yang tidak mau kurban:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا.

Artinya: “Dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah saw. bersabda “Barang siapa yang memiliki kelapangan rizki, tetapi tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami (turut serta shalat Idul Adha berjamaah).” Hadits ini tidak berarti larangan shalat atau ketidak-absahan shalat orang yang tidak mau kurban. Akan tetapi Nabi mencegah orang yang tidak mau kurban untuk berkumpul bersama-sama orang yang mau berkurban dan beribadah kepada Allah. Suasana salat Idul Adha berjamaah menggambarkan kebersamaan antara mereka yang mampu dan tidak mampu. Seluruh lapisan masyarakat Muslim menyatu dalam suasana kebahagiaan. Yang mampu bahagia karena berbagi kenikmatan dengan berkurban dan yang tidak mampu bahagia karena merasakan kenikmatan menerima daging kurban. Hari raya adalah hari kegembiraan untuk semua kalangan. Idul Adha juga seharusnya menjadi hari kegembiraan bagi setiap umat Islam. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan kurban di hari raya Idul Adha agar seluruh lapisan masyarakat Muslim dapat bergembira di hari raya tersebut. Sidang Idul Adha yang Berbahagia Ibadah kurban juga ibadah yang selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad saw setiap tahun dalam rangka bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan dan mengagungkan agama Allah di bumi. Sebagaimana yang diriwayatkan imam al-Tirmidzi dalam kitab Sunan al-Tirmidzi:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: أَقَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ، يُضَحِّي كُلَّ سَنَةٍ

Artinya: “Dari Ibn ‘Umar, berkata: Rasulullah saw tinggal di kota Madinah selama 10 tahun. Beliau selalu melaksanakan kurban setiap tahun.” Melaksanakan perintah Allah adalah simbol upaya seorang hamba untuk menjadikan dirinya lebih dekat dengan Allah. Dalam konteks ibadah kurban, Nabi memberikan ilustrasi bagaimana proses kedekatan hamba dengan Allah melalui sabda yang diriwayatkan oleh imam al-Tirmidzi dalam kitab Sunan al-Tirmidzi:

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا 

Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.”   Hadits ini dapat memberi gambaran bahwa seorang hamba akan meraih kedekatan dengan Allah melalui hewan yang dikurbankan, meskipun pada hakikatnya Allah tidak memperhitungkan daging dan darah yang dikurbankan oleh hambaNya, tetapi nilai spiritual ketakwaan yang menjadi barometer kedekatan hamba dengan Allah. Jika seorang hamba telah meraih kedekatan kepada Allah melalui ibadah kurban di hari raya Idul Adha ini, maka sesungguhnya ia telah meraih keberhasilan yang sangat tinggi.  Sidang Idul Adha yang beriman Itulah makna sederhana ibadah kurban yang kita jalankan setiap tahun pada tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah sebagai sebuah proses pendekatan diri kita kepada Allah dengan menjalankan perintahnya dengan penuh ketakwaan dan proses harmonisasi kita bersama masyarakat sekitar dengan saling berbagi rizki dan peran dalam tatanan hidup sosial. Semoga kita tergolong orang-orang yang dekat dengan Allah dan seluruh ciptaannya. Semoga kita juga diberikan kesabaran dan keselamatan dalam mengarungi cobaan yang sama-sama kita hadapi ini. Tentunya kebersamaan adalah kunci bagi umat manusia dalam menghadapi ujian berat ini.

Editor: Alima sri sutami mukti

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *